Pengertian Horenso dan 5S dalam Budaya Kerja di Jepang

Pengertian Horenso dan 5S dalam Budaya Kerja di Jepang

Pengertian Horenso dan 5S dalam Budaya Kerja di Jepang. Horenso (Hou-Ren-Sou) adalah sebuah konsep komunikasi penting dalam budaya kerja di Jepang, yang merupakan singkatan dari Hōkoku (報告) = Melaporkan, Renraku (連絡) = Menginformasikan, dan Sōdan (相談) = Konsultasi/Diskusi. Konsep ini menekankan pentingnya komunikasi yang efektif dan tepat waktu dalam tim kerja untuk mencapai tujuan bersama.

Etos kerja Jepang memiliki akar budaya yang kuat, dan hal ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan profesional. Horenso dan 5S adalah dua pilar utama etos kerja Jepang. Mereka sangat penting untuk adaptasi bagi siapa pun yang ingin berkarier di Negeri Sakura.

Secara sederhana, ide Horenso ini adalah cara untuk berkomunikasi tentang masalah di tempat kerja. Tujuannya adalah agar informasi dapat dikomunikasikan dan disampaikan dengan cepat sehingga proses berjalan dengan baik dan benar, dan setiap kemajuan atau kemajuan dalam pekerjaan dapat diketahui oleh banyak orang melalui laporan yang intensif secara teratur.

Pengertian Horenso dan 5S dalam Budaya Kerja di Jepang

Horenso erat terkait dengan hierarki perusahaan karena karyawan harus selalu melaporkan kepada atasan tentang pekerjaan mereka. Setelah itu, atasan dan bawahan atau antar rekan kerja saling berbagi informasi, yang diikuti dengan diskusi untuk mendapatkan gagasan dan saran untuk perbaikan.

Konsep Horenso terutama terdiri dari cara penyampaian yang mudah dan mendetail dengan 5W+1H (What, Who, When, Where, Why + How). Ini juga mencakup kesimpulan ringkas, menyampaikan gagasan perbaikan, melaporkan segera, meminta pertanyaan secara proaktif, dan memperhatikan waktu saat melaporkan atau berbicara. Merencanakan pertemuan, pertemuan mingguan, dan sebagainya adalah ide yang baik. Sesi tanya jawab dilakukan setelah acara berakhir.

Memahami Horenso dalam Lingkup Kerja Jepang

Horenso merupakan akronim dari tiga kata kunci yaitu hokoku (laporan), renraku (komunikasi), dan sodan (konsultasi). Budaya ini dirancang untuk menciptakan alur kerja yang efisien dan membangun hubungan baik antar rekan kerja.

Hokoku (Laporan)

Aspek hokoku menekankan pentingnya pelaporan perkembangan pekerjaan secara rutin kepada atasan. Bahasa yang digunakan dalam laporan ini cenderung lebih formal. Selain itu, setiap kesalahan atau kecelakaan kerja wajib dilaporkan segera.

Pelaporan yang teratur ini juga berfungsi untuk mencegah manajemen melakukan micro-managing, memberikan tim manajerial gambaran jelas mengenai kemajuan proyek.

Renraku (Komunikasi)

Selanjutnya, renraku berarti karyawan harus menyampaikan informasi penting atau perkembangan pekerjaan kepada rekan satu tim. Dalam konteks ini, penggunaan bahasa tidak harus formal, memungkinkan pertukaran informasi yang lebih cair dan cepat di antara anggota tim.

Sodan (Konsultasi)

Terakhir, sodan mendorong karyawan untuk meminta saran atau berkonsultasi dengan individu yang lebih ahli. Tindakan ini dianggap sebagai cerminan kemauan karyawan untuk mengembangkan kemampuan diri.

Melalui Horenso, diharapkan semua pihak yang terlibat dalam suatu pekerjaan atau proyek memiliki pemahaman yang seragam, sehingga tidak ada informasi yang terlewat.

Pengertian Horenso dan 5S dalam Budaya Kerja di Jepang

Prinsip 5S dalam Lingkungan Kerja

Selain Horenso, budaya kerja Jepang juga mengadopsi prinsip 5S atau yang dikenal sebagai 5R dalam Bahasa Indonesia adalah seiri (ringkas), seiton (rapi), seiso (resik), seiketsu (rawat), dan shitsuke (rajin). Prinsip ini diaplikasikan secara luas dalam berbagai aspek, termasuk pekerjaan.

Seiri (Ringkas)

Seiri atau ringkas berarti memilah semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan hanya menyimpan yang esensial. Umumnya, barang disortir menjadi tiga kategori: sering digunakan, jarang digunakan, dan tidak pernah digunakan.

Barang sering digunakan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau dan barang jarang digunakan disimpan di penyimpanan umum. Sementara barang yang tidak pernah digunakan biasanya dibuang.

Seiton (Rapi)

Seiton atau rapi adalah kelanjutan dari seiri. Setelah barang disimpan pada tempat yang ditentukan, setiap lokasi penyimpanan diberi label. Penting untuk mengembalikan barang ke tempat asalnya setelah digunakan.

Prinsip seiton juga berlaku untuk ruang kerja, seperti pemberian label pada lantai pabrik untuk memastikan proses kerja yang jelas dan sistematis.

Seiso (Resik)

Seiso atau resik adalah praktik pembersihan tempat kerja secara berkala untuk menjaga kehigienisan dan menciptakan suasana kondusif. Selain itu, inventaris kantor juga diperiksa dan dibersihkan guna memastikan seluruh keperluan kantor terpenuhi dalam jangka panjang.

Pengertian Horenso dan 5S dalam Budaya Kerja di Jepang

Seiketsu (Rawat)

Pelaksanaan seiriseiton, dan seiso harus dilakukan secara berkala sesuai standar yang telah ditetapkan. Inilah peran seiketsu atau rawat, yaitu memastikan penerapan tiga S pertama dapat diikuti oleh semua orang dan dijaga keberlanjutannya.

Shitsuke (Rajin)

Shitsuke atau rajin melengkapi seluruh prinsip 5S. Seluruh prinsip ini harus dilaksanakan dengan rajin dan disiplin. Latihan terus-menerus dalam penerapan 5S diperlukan untuk meningkatkan standar kerja.

Penerapan 5S dalam budaya kerja Jepang bertujuan untuk memastikan pekerjaan berjalan efektif serta menjaga keamanan dan kualitas pekerjaan.

Horenso bukan sebuah keterampilan semata, namun terkait dengan budaya. Horenso mengedepankan pada tanggung jawab terhadap kepercayaan yang diberikan untuk diselesaikan dengan komunikasi antar anggota tim.

Pengertian Horenso dan 5S dalam Budaya Kerja di Jepang

Sumber : https://www.widyatama.ac.id/horenso-budaya-kerja-sekaligus-keterampilan-dasar-perusahaan-jepang/

Pengertian Horenso dan 5S dalam Budaya Kerja di Jepang

Apa Itu Kizukai? Konsep Budaya Kerja di Jepang

Apa Itu Kizukai? Konsep Budaya Kerja di Jepang. Dengan memahami etika dan budaya kerja di Jepang, kamu akan lebih mudah beradaptasi dan mendapatkan kesan yang baik di lingkungan kerja. Berikut adalah delapan poin utama mengenai budaya kerja di Jepang yang perlu kamu ketahui.

Apakah kamu tertarik untuk bekerja di Jepang? Budaya kerja di Jepang tentu berbeda dengan kebiasaan kerja di Indonesia. Dengan gaji dan tunjangan yang lebih menjanjikan, bekerja di Jepang menjadi impian bagi banyak pelamar kerja. Selain itu, pengalaman bekerja di perusahaan kelas dunia juga menjadi nilai tambah yang tidak ternilai.

Apa Itu Kizukai? Konsep Budaya Kerja di Jepang

Jepang dikenal dengan industrinya yang maju, terutama di bidang otomotif dan teknologi. Kesuksesan ini tidak lepas dari prinsip dan budaya kerja mereka yang menekankan disiplin dan semangat kerja tinggi sejak dini. Sayangnya, Jepang juga menghadapi masalah kekurangan tenaga kerja, sehingga mereka membuka peluang bagi pekerja asing, termasuk dari Indonesia.

Budaya kerja di Jepang memiliki karakteristik yang khas dan sangat berbeda dengan negara lain. Memahami budaya ini sangat penting bagi para profesional yang ingin bekerja di Jepang atau di perusahaan Jepang.

Kizukai (気遣い) merupakan konsep budaya kerja orang Jepang yang melibatkan pertimbangan terhadap orang lain atau serupa basa-basi di Indonesia.

Hal itu memainkan peran penting dalam menjaga keharmonisan antarmanusia.

Walau kizukai bukan istilah yang familiar tetapi itulah sesuatu yang dipraktikkan oleh hampir semua orang Jepang, khususnya di lingkungan profesional.

Jadi, apa sebenarnya kizukai?

Apa Itu Kizukai?

Pada intinya, kizukai diterjemahkan menjadi “pertimbangan,” “kepedulian,” atau “kehati-hatian” dalam Bahasa Indonesia. Namun, konsep ini lebih dari sekadar perhatian.

Inti dari kizukai terletak pada membuat orang lain merasa diakui dan dihargai dengan memikirkan posisi atau situasi mereka.

Orang Jepang menyebutnya aite no tachiba wo kangaete (相手の立場を考えて), atau “berpikir dari sudut pandang orang lain”.

Konsep ini diungkapkan melalui tindakan, kata-kata, dan bahkan penggunaan bahasa yang sopan.

Ini bukan hanya tentang bersikap sopan, melainkan menunjukkan perhatian yang tulus dan menciptakan rasa harmoni dalam interaksi.

Konsep yang Akrab di Indonesia

Sebagai orang Indonesia, saya perhatikan bahwa kizukai memiliki padanan yang serupa dalam budaya asal saya.

Di Indonesia, kami sering menyebutnya basa-basi, suatu bentuk komunikasi sopan dan penuh perhatian yang menumbuhkan hubungan yang baik.

Misalnya, saya ingat ibu saya sering mengungkapkan rasa terima kasih kepada tetangga kami, seorang pembuat makanan ringan.

Ibu saya mengatakan sesuatu seperti, “Ya ampun, terima kasih telah memberikan ini kepadaku meskipun kamu sangat sibuk!”

Tindakan pengakuan dan rasa terima kasih yang kecil ini menciptakan rasa hangat dan harmoni, seperti halnya kizukai di Jepang.

Apa Itu Kizukai? Konsep Budaya Kerja di Jepang

Kizukai di Tempat Kerja Jepang

Ilustrasi tiga rekan kerja sepantaran atau disebut douki dalam Bahasa Jepang. Dalam hierarki jabatan di Jepang, douki merupakan sebutan untuk kolega yang bergabung dengan perusahaan dalam periode yang sama dengan kita.

Di tempat kerja Jepang, kizukai merupakan bagian penting dari interaksi sehari-hari.

Saya pernah berbicara dengan seorang kolega senior Jepang yang menjelaskan betapa pentingnya mempertimbangkan keadaan orang lain, terutama saat meminta bantuan.

Misalnya, jika kamu perlu menjadwalkan pertemuan dengan rekan kerja yang jadwalnya padat, biasanya kamu akan mengetahui situasinya dengan mengatakan sesuatu seperti:

“お忙しいところすみませんが、ちょっとお時間大丈夫ですか?”
(“Maaf mengganggumu saat kamu begitu sibuk, tapi bisakah kamu meluangkan sedikit waktu untukku mengenai masalah ini?”)

Setelah pertemuan, kamu akan menindaklanjuti dengan:
“お忙しいところありがとうございました。”
(“Terima kasih banyak telah hadir meskipun jadwal Anda sibuk.”)

Dengan menunjukkan itu, kamu menyadari dan menghargai usaha mereka.

Kamu membuat orang lain merasa dihargai dan dihormati. Hal ini pada gilirannya menumbuhkan rasa keharmonisan dan saling pengertian.

Sifat Timbal Balik dari Kizukai

Hal yang menarik tentang kizukai adalah bahwa ini bukanlah upaya sepihak.

Menurut pengalaman saya, orang yang dimintai bantuan sering kali menanggapinya dengan rendah hati, dengan mengatakan hal-hal seperti:

“いえいえ、大丈夫ですよ。”
(“Tidak, tidak, tidak apa-apa.”)
atau
“そんなに忙しくなかったですよ。”
(“Lagipula aku tidak terlalu sibuk.”)

Kerendahan hati ini (kenkyo, 謙虚) adalah lapisan lain dari kizukai yang membantu menjaga suasana harmonis dan penuh hormat.

Apa Itu Kizukai? Konsep Budaya Kerja di Jepang

Mengapa Kizukai Penting

Kizukai lebih dari sekadar norma budaya melainkan cara membangun dan memelihara hubungan yang positif.

Dengan memperhatikan situasi orang lain dan menunjukkan pertimbangan yang tulus, kamu menunjukkan rasa hormat dan berkontribusi pada lingkungan yang lebih harmonis.

Jika kamu bekerja di Jepang, mempraktikkan kizukai bukan hanya tentang bersikap sopan melainkan juga menciptakan rasa saling menghormati dan pengertian.

Orang Jepang secara alami memperhatikan orang lain, menjadikan kizukai sebagai bagian integral dari kehidupan sehari-hari mereka.

Jadi, ketika kamu berada di Jepang, baik di tempat kerja maupun lingkungan sosial, cobalah mempraktikkan kizukai.

Ini adalah gerakan kecil yang dapat membuat perbedaan besar dalam membina keharmonisan dan membangun hubungan yang bermakna.

Itulah etika dan budaya kerja di Jepang yang perlu kamu ketahui. Memahami etika dan budaya Jepang akan membantumu lebih mudah beradaptasi dengan pekerjaan di Negeri Sakura.

Apa Itu Kizukai? Konsep Budaya Kerja di Jepang

Sumber : Budaya Kerja di Jepang