Alasan Mengapa Banyak Lulusan Baru Di Jepang Resign Setelah Kurang Dari Sebulan

oleh | Mei 2, 2025 | Artikel, Pekerjaan | 0 Komentar

Alasan Mengapa Banyak Lulusan Baru Di Jepang Resign Setelah Kurang Dari Sebulan

Alasan Mengapa Banyak Lulusan Baru Di Jepang Resign Setelah Kurang Dari Sebulan. Menurut laporan NHK (19/4/2024), di Distrik Ota, Tokyo, ada layanan agensi yang membantu klien menyampaikan keinginan mereka untuk mengundurkan diri kepada perusahaan.

Alasan paling umum untuk mengundurkan diri adalah terkait tugas dan kondisi kerja. Banyak lulusan baru dari perguruan tinggi di Jepang yang mengundurkan diri dari pekerjaan mereka dalam waktu kurang dari satu bulan setelah diterima kerja.

Alasan Mengapa Banyak Lulusan Baru Di Jepang Resign Setelah Kurang Dari Sebulan

Perusahaan tersebut menuturkan bahwa hingga 15 April tahun lalu, mereka menangani permintaan dari 110 karyawan baru yang ingin resign. Beberapa klien mengatakan bahwa pekerjaan yang mereka terima tidak sesuai dengan yang dijanjikan sebelum mereka bergabung.

Mereka juga khawatir dengan jenjang karier di perusahaan itu. Beberapa klien menyampaikan, mereka tidak dapat menghadiri upacara penyambutan karena warna rambut dianggap tidak sesuai, walau tidak ada aturan soal penampilan.

Manajer agensi menyarankan agar seseorang tetap berusaha, tetapi jika sudah terlalu sulit, mengundurkan diri dan mencari pekerjaan baru adalah pilihan yang masuk akal.


Tidak Sesuai Pekerjaan yang Diharapkan

Yamamoto Nana bergabung dengan sebuah perusahaan sebagai lulusan baru dua tahun lalu, tetapi memutuskan untuk mengundurkan diri kurang dari dua bulan setelahnya.

Alasannya, selama pelatihan, ia meminta penempatan di bagian tertentu, tetapi justru ditempatkan di bagian lain. Yamamoto mengatakan perusahaan tidak pernah menanyakan kesediaannya dipindahkan atau memberi tahu soal kemungkinan dipindahkan ke posisi yang ia inginkan.

Ia mengakui bahwa mungkin ia akan tetap bertahan jika perusahaan berusaha mencari solusi yang menguntungkan. Menurutnya, sejak awal ia memang sudah merencanakan untuk keluar setelah beberapa waktu. Saat ini, ia bekerja sebagai freelancer.

Bagi Yamamoto berpindah pekerjaan bukanlah hal yang aneh. Manfaat dari bertahan di satu perusahaan sangat bergantung pada individu dan perusahaan itu sendiri.

Baca :  Apa Itu Kizukai? Konsep Budaya Kerja di Jepang

Para lulusan universitas di Jepang dilanda kekhawatiran terhadap ekonomi mereka di mas depan. Berdasarkan survei oleh Mynavi Corp. sebanyak 60 persen lulusan universitas bakal mencari pekerjaan sampingan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Dilansir dari The Mainichi, banyak mahasiswa di Jepang yang lulus pada tahun 2025 tidak puas dengan gaji yang ditawarkan oleh perusahaan tempat mereka berencana bergabung, dan lebih dari 60 persen mempertimbangkan untuk mengambil pekerjaan sampingan atau berinvestasi.

Mynavi Corp. mensurvei mahasiswa universitas dan sekolah pascasarjana yang diperkirakan lulus pada Maret 2025 melalui beberapa kuesioner daring dari November 2023 hingga September 2024. Hasilnya menyoroti kecemasan samar para mahasiswa tentang masa depan ekonomi negara tersebut.

Kampanye resmi untuk pemilihan umum yang dipicu oleh pembubaran DPR yang oleh Perdana Menteri Shigeru Ishiba digambarkan sebagai “upaya untuk menghidupkan kembali Jepang,” akan dimulai pada tanggal 15 Oktober. Isu korupsi “politik dan uang”, yang berasal dari skandal dana gelap rahasia Partai Demokrat Liberal yang berkuasa, merupakan pokok bahasan penting yang diperdebatkan, tetapi kebijakan ekonomi yang ditujukan untuk meringankan masalah keuangan kaum muda juga kemungkinan akan dipertanyakan.

Di antara responden, 66,0 persen mengatakan mereka berpikir untuk mengambil pekerjaan sampingan dan 76,9 persen mempertimbangkan untuk berinvestasi, sementara 18,6 persen menjawab bahwa mereka pasti akan berinvestasi.

Alasan Mengapa Banyak Lulusan Baru Di Jepang Resign Setelah Kurang Dari Sebulan

Baca :  Kasih Tip di Jepang Saat Makan Di Restoran, Dilarang! Ini Alasannya

Lulusan Baru Resign dalam 3 Tahun Pertama Kerja

Konfederasi Serikat Buruh Jepang (Rengō) menggelar survei pada akhir Februari hingga awal Maret 2022 terhadap lulusan universitas yang sudah bekerja penuh waktu selama dua hingga lima tahun.

Survei ini menerima 1.000 tanggapan yang sah. Melansir Nippon, (24/5/2022), hampir 30 persen lulusan baru meninggalkan pekerjaan pertama mereka dalam tiga tahun awal bekerja.

Rinciannya meliputi 7,7 persen keluar dalam enam bulan pertama, 6,2 persen setelah enam bulan hingga satu tahun, 10,4 persen setelah satu hingga dua tahun, dan 5,2 persen setelah dua hingga tiga tahun.

Alasan lainnya adalah 31,0 persen karena “jam kerja dan kondisi cuti,” serta 27,4 persen karena “kondisi gaji.”

Alasan mahasiswa mempertimbangkan untuk mengambil pekerjaan sampingan sebagian besar karena kecemasan finansial untuk masa depan. Kekhawatiran umum meliputi “tidak memiliki cukup tabungan untuk masa pensiun” (39,4 persen), “ekonomi Jepang memburuk di masa depan” (35,9 persen), dan “kemungkinan tidak dapat menerima pensiun” (30,8 persen). Selain itu, 26,6 persen responden yang mempertimbangkan pekerjaan sampingan mengatakan mereka ingin menikah, tetapi tidak tahu apakah mereka dapat melakukannya, yang menunjukkan bahwa satu dari empat orang ragu untuk menikah karena alasan keuangan.

Negosiasi perburuhan musim semi tahun ini, yang dipimpin oleh organisasi serikat buruh terbesar di Jepang, Rengo, menghasilkan kenaikan gaji rata-rata sebesar 5,1 persen di antara perusahaan swasta, termasuk kenaikan upah tahunan. Dalam industri konstruksi, yang sedang mengalami kekurangan tenaga kerja, beberapa kontraktor umum besar telah menaikkan gaji awal bagi mereka yang menyelesaikan program pascasarjana ke kisaran 300.000 yen (Rp31,43 juta). Sekitar setengah dari semua perusahaan yang terdaftar di bursa mempertimbangkan untuk lebih meningkatkan gaji awal bagi lulusan baru pada tahun 2025.

Baca :  Gaji di Jepang Bidang Perbaikan dan Perawatan Mobil, Cek Syarat dan Informasi Ujian Tokutei Gino No.1

Namun, mahasiswa yang lulus pada tahun 2025 tidak memiliki pandangan optimis tentang gaji masa depan mereka. Hampir setengah dari responden survei mengatakan bahwa mereka “percaya gaji dari calon pemberi kerja saja sudah cukup untuk memenuhi standar hidup minimum” (49,4 persen), jauh melampaui 36,7 persen dari mereka yang merasa “dapat mempertahankan gaya hidup yang memuaskan.”

Meskipun demikian, tampaknya kekhawatiran tentang upah tidak serta merta membuat mahasiswa ingin berganti pekerjaan. Sekitar 20,1 persen responden ingin bekerja di perusahaan pertama mereka “hingga pensiun,” dan 20 persen berharap untuk bertahan selama “setidaknya 10 tahun,” dengan total sekitar 40 persen yang lebih memilih pekerjaan jangka panjang dengan satu perusahaan.

Persentase janji kerja informal pada bulan September mencapai 89,8 persen, naik 3,3 poin persentase dari periode yang sama tahun lalu.

Kenaikan ini kemungkinan disebabkan oleh penurunan jumlah keseluruhan mahasiswa pencari kerja karena menurunnya populasi, yang mendorong lebih banyak perusahaan untuk mengamankan sumber daya manusia yang diperlukan di awal musim pencarian kerja di negara ini.

Alasan Mengapa Banyak Lulusan Baru Di Jepang Resign Setelah Kurang Dari Sebulan

Sumber:


Indeks Artikel

Artikel Berita Terbaru

Written by

Related Posts

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *